Thawaf

Edisi 6 Desember 2015 Info Fiqh
img

Mengelilingi Ka’bah Tujuh Kali Putaran

Menurut bahasa, kata Thawaf yang berarti berputar mengelilingi sesuatu. Tempat Thawaf disebut Mathaf. Dalam rukun Haji dan Umrah, istilah Thawaf adalah berputar mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran untuk menghormati Baitullah Al Haram dan mentaati perintah Allah SWT, dimana setiap putarannya dimulai dari Hajar Aswad atau yang sejajar dengannya dan Ka’bah berada di sebelah kiri serta berakhir di Hajar Aswad (atau yang sejajar dengannya).

Sebagaimana firmannya; “... dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (Al-Hajj: 27-29)

Pada masa Jahiliyah, Thawaf dilakukan dengan tepuk-tepuk tangan dan siulan, sebagaimana disebutkan di dalam Al Qur’an: “Dan shalat mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu.” (QS. Al Anfal (8):35)

Syarat-Syarat Melaksanakan Thawaf

Niat.

Madzhab Syafi’i mewajibkan dengan ta’yin (penentuan secara spesifik, akan melakukan thawaf apa). Sedangkan Madzhab Hanafi dan Maliki, Niat, tidak menjadikannya syarat.

Menutup Aurat.

Suci dari hadats kecil dan hadats besar (Apabila batal wudlu maka wajib wudlu kembali, kemudian melanjutkan putaran yang ditinggalkannya tanpa harus mulai dari awal).

Thawaf sebanyak 7 (tujuh) kali putaran dengan sempurna.

Memulai Thawaf dan mengakhirinya di tempat yang lurus dengan Hajar Aswad. Thawaf dengan menjadikan Ka’bah berada di sebelah kirinya. Dilakukan di luar Ka’bah (Jangan sampai anggota badan masuk ke dalam lingkaran Ka’bah termasuk Hijr Isma’il dan Syadzarwan/Pondasi Ka’bah).

img

Sunnah-Sunnah Thawaf

  1. Ber-idhthiba’ disunnahkan bagi laki-laki dilakukan disetiap putaran ketika thawaf. Ketika selesai dari thawaf, tidak lagi dalam kondisi idh-tiba’, artinya pundak kanan kembali ditutup. ‘Ulama’ Hanafiyah dan Syafi’iyah memakruhkan shalat dalam keadaan pundak kanan masih terbuka (artinya: dalam keadaan masih idh-tiba’). Dari Ya’la bin Umayyah, ia berkata,
    “Nabi SAW biasa melakukan thawaf dalam keadaan idhtiba” (HR. Ibnu Majah no. 2954)
    Ketika melaksanakan Thawaf Qudum (Thawaf Umrah), yaitu memasukkan kain ihram penutup pundak dari bagian bawah ketiak kanan, lalu ujungnya diletakkan di atas pundak kiri, dengan demikian pundak kanannya terbuka. Berdasarkan hadits Ya’la bin Umayyah ra;
    “Bahwasanya Nabi Shalallaahu alaihi wasalam melaksanakan thawaf sambil ber-idhthiba’.”
  2. Bagi laki-laki berjalan tanpa alas kaki kecuali karena udzur syar’i.
  3. Istilam (mengusap) dan mencium Hajar Aswad. Berdasarkan hadits ‘Abdullah Ibnu ‘Umar ra, Ia berkata;
    “Aku melihat Rasulullah SAW ketika tiba di Makkah, apabila telah mengusap Hajar Aswad, permulaan thawafnya (yakni) beliau berlari-lari kecil sebanyak tiga putaran pertama dari tujuh putaran thawaf.”
  4. Istilam (mengusap) rukun Yamani dengan tangan kanan. Dari Ibnu ‘Umar RA, ia berkata,
    “Aku tidak pernah melihat Rasulullah menyentuh sesuatu dari Ka’bah kecuali dua rukun Yamani (yaitu Hajar Aswad dan Rukun Yamani).” (HR. Bukhari 1609 dan Muslim 1267)
  5. Memperbanyak do’a dan dzikir.
  6. Raml (lari-lari kecil) pada tiga putaran pertama dalam Thawaf Qudum (khusus bagi laki-laki). Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia berkata,
    “Ketika Rasûlullah sampai di Makkah, beliau mendatangi hajar Aswad dan menciumnya, kemudian beliau berjalan ke sebelah kanannya. Beliau melakukan ar raml sebanyak tiga kali, dan berjalan biasa empat kali.” (HR. Muslim 1218)
  7. Lebih mendekati Ka’bah sebanyak tiga langkah, (bila memungkinkan) tapi tidak sampai menyentuh Ka’bah atau masuk ke dalam Hijr Isma’il dan Syadzarwan.
  8. Muwalah, yakni melakukan thawaf tanpa berhenti (diselingi pekerjaan lain) hingga selesai tujuh putaran.
  9. Shalat sunnah di belakang Maqam Ibrahim, setelah selesai melaksanakan Thawaf.
img

Tata Cara Thawaf

Berdiri menghadap lurus ke arah Hajar Aswad, kemudian melakukan Istilam (mengusap Ka’bah), atau isyarat dengan tangan kanan, dengan mengucapkan; “Bismillahi Allahu Akbar”

Sesampainya di rukun Yamani hendaklah mengusapnya dengan tangan kanan / istilam (jika mampu), tapi kalau tidak mampu karena padat/ banyak orang maka dilewati saja tanpa memberi isyarat tangan.

Dari Hajar Aswad – Rukun Yamani, membaca:

img

(Atau doa untuk tiap-tiap putaran atau berdzikir dengan kalimat thayyibah lainnya)

Dari Rukun Yamani ke Hajar Aswad berdo’a

img

Setelah sampai di Hajar Aswad, melakukan isyarat lagi ke Hajar Aswad sambil membaca (Dari ‘Abdullah bin As Saib, ia berkata),

“Aku pernah mendengar Rasûlullah SAW berkata di antara dua rukun: Robbana atina fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah, wa qina ‘adzaban nar (Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan di akhirat, serta selamatkanlah kami dari adzab neraka).” (HR. Abû Dawud no. 1892.)

Mengucap Takbir: “Allahu Akbar”

Demikian seterusnya hingga 7 (tujuh) kali putaran, dan diakhiri Thawaf di tempat lurus kepada Hajar Aswad sebagaimana memulai Thawaf dengan sedikit lebih maju ke arah pintu Ka’bah.

Beberapa hal yang dibolehkan ketika Thawaf

  1. Berbicara yang mubah (bila ada keperluan). ‘Ulama’Syafi’iyah menegaskan bahwa yang afdhal/utama tidaklah berbicara. Dalilnya adalah hadits dari Ibnu ‘Abbas ra; “Thawaf adalah bagian dari shalat, maka sedikitlah berbicara.” (HR. Al Baihaqi 5/87, Shahih)
    Dalam riwayat lain disebutkan, “Thawaf sekeliling Ka’bah adalah shalat. Namun ketika itu masih dibolehkan untuk berbicara. Barangsiapa yang berbicara maka berbicaralah yang baik-baik saja.” (Shahih At Targhib 1141, Shahih)
  2. Disunnahkan membaca Al Qur’an ketika thawaf tanpa mengeraskan suara. Demikian pendapat ‘Ulama’ Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanbali. Sedangkan menurut ‘Ulama’ Malikiyah dan Hanafiyah, dzikir itu lebih utama ketika itu.
    Jumhur ‘Ulama’ berpendapat, thaharah merupakan syarat pelaksanaan thawaf, berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas ra: “Thawaf di Baitullah adalah shalat. Hanya saja, Allah membolehkan berbicara dalam thawaf.” (HR. Al Baihaqi)
  3. Menyalami orang yang tidak sibuk dengan dzikir.
  4. Dibolehkan pula mengajarkan sesuatu kepada orang yang tidak mengerti, memerintahkan pada yang baik dan melarang dari yang mungkar.
  5. Keluar dari thawaf karena ada kebutuhan mendesak.
  6. Minum, asalkan tidak menghalangi seseorang untuk bisa berturut-turut.
  7. Menggunakan sandal atau khuf selama keduanya suci.

Sumber: Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, Diterbitkan oleh Kementrian Waqaf dan Urusan Islamiyah Kuwait, 29/140

Hukum Menyentuh Dinding Ka’bah Ketika Thawaf

Dikatakan (yaitu mengenai menyentuh dinding Ka’bah) tidak menjadi masalah apabila menyentuh Ka’bah, baik menyentuhnya di lapisan kain yang membungkus Ka’bah, atau dengan sesuatu yang ada di tangannya, seperti tidak mudharat-nya menyentuh dinding bagian bawah Ka’bah (Syadzarwan) dan tidak boleh menyentuh dinding Ka’bah bagian atas. (Hasyiyah Qalyubi, 2/ 133)

Macam-Macam Thawaf

1. Thawaf Qudum

Thawaf qudum biasa juga disebut thawaf wurud atau thawaf tahiyyah. Karena thawaf ini disyari’atkan bagi orang yang datang dari luar Mekkah sebagai penghormatan kepada Baitullah (Ka’bah). Thawaf ini juga disebut thawaf liqa’.

Menurut ‘Ulama’ Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah (Hanbali), hukum thawaf qudum adalah sunnah bagi orang yang mendatangi Mekkah sebagai bentuk penghormatan kepada Baitullah. Oleh karena itu, disunnahkan thawaf qudum ini didulukan, bukan diakhirkan.

2. Thawaf Ifadhah /Thawaf Ziarah

Merupakan salah satu rukun haji yang telah disepakati. Thawaf ini biasa disebut thawaf Ziarah atau thawaf fardh. Dan juga disebut thawaf rukun karena ia merupakan rukun haji. Thawaf ini tidak bisa tergantikan. Setelah dari “Arafah, mabit di Muzdalifah lalu ke Mina pada hari ‘id, melempar jumrah, nahar (melakukan penyembelihan) dan menggunduli kepala, kemudian ke Makkah, thawaf ifadhah.

3. Thawaf Wada’

Thawaf Wada’ biasa disebut pula thawaf shadr atau thawaf akhirul ‘ahd. Menurut jumhur ‘Ulama’, hukum thawaf Wada’ adalah wajib, kecuali madzhab Maliki yang menghukumi sunnah.

Hadits Ibnu ‘Abbas RA;

“Orang-orang diperintahkan agar menjadikan akhir dari perjalanan haji mereka adalah thawaf di Ka’bah Baitullah. Namun perintah ini diringankan bagi para wanita yang sedang haidh.” (HR. Bukhari 1755 dan Muslim 1328)

Thawaf wada’ tidak boleh ditinggalkan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Janganlah seseorang di antara kamu pulang melainkan mengakhiri ibadah hajinya dengan thawaf di Baitullah” (Hadits Riwayat Muslim, Shahih)

4. Thawaf ‘Umrah

Thawaf ‘umrah merupakan salah satu rukun ‘umrah.

5. Thawaf Nadzar

Hukumnya adalah wajib (bagi orang yang telah bernadzar) dan tidak dikhususkan pada waktu tertentu jika memang orang yang bernadzar tidak mengkhususkan waktu thawafnya pada waktu tertentu.

6. Thawaf Tathawwu’ (Thawaf Sunnah)

Thawaf dapat dilakukan kapan saja, bahkan bisa pula dilakukan di waktu terlarang untuk shalat sebagaimana pendapat mayoritas ‘Ulama’ . Namun thawaf seperti tidak boleh dilakukan jika memang masih memiliki kewajiban lainnya.

Hal - Hal Yang Makruh Dalam Thawaf

  1. Meletakkan tangan di punggung belakang.
  2. Meletakkan tangan di mulut kecuali dalam keadaan menguap.
  3. Menggenggam kedua tangan (seperti cara Jahiliyyah).
  4. Makan dan minum, berbicara yang tidak perlu, tertawa.
  5. Menahan kencing, buang air besar dan kentut.

(TIM JUMRAH)

Artikel Terakhir

Arsip

Penyelenggara Umrah