Laki-laki Saleh dan Harimau

Suatu ketika ada seorang yang shalih ingin berkunjung ke sahabatnya yang shalih juga. Dengan ketetapan hatinya maka orang saleh ini berangkat untuk memenuhi niatnya berkunjung ketempat saudaranya itu.
Setelah sampai di rumah saudaranya, maka diketuknya pintu rumah itu dengan mengucapkan salam. Tiba-tiba terdengar suara dari balik pintu, terdengar suara wanita (isteri sahabatnya) dan berkata, ″Siapa?″
Dijawabnya, ″Aku saudara suamimu, aku datang karena Allâh.″
Isteri saudaranya membalas sapaan lelaki saleh itu, ″Dia tidak ada di rumah, dan ia sedang mencari kayu bakar dan semoga ia tidak kembali lagi!″
Sambil mengomel dan mencaci maki suaminya dengan cacian yang melewati batas, sebagaimana layaknya isteri yang marah-marah terhadap suaminya dengan mengatakan tidak becus, kurang waras dan lain sebagainya.
Namun tak lama kemudian, suaminya datang ditemani seekor harimau yang membawa seonggok kayu bakar dipunggungnya. Sesampainya di depan rumah, harimau itu menghadap dengan siap untuk menurunkan kayu, dan orang saleh itu segera menurunkan kayu itu.
Setelah kayu itu selesai diturunkan maka orang shalih tersebut berkata kepada harimau, ″Pergilah dan semoga Allâh memberkatimu.″
Selesai itu disapanya saudaranya dengan salam, ″Wahai saudaraku kapan kau datang? Apakah sudah lama kau menunggu?″ dan saudaranya itu dipersilakan masuk.
Maka keduanya saling melepaskan kangennya dengan mengobrol dengan selingan makanan ringan dan minum sekadarnya. Setelah itu saudaranya berpamitan dengan menyampaikan juga rasa kagumnya kepada saudaranya itu, yang sabar dan tabah atas kejelekan akhlak isteri nya, kemudian keduanya saling memberi salam. Pulanglah tamu tersebut.
Waktu terus berjalan dan berlalu, sehingga tidak terasa sudah setahun lebih dan sahabat orang shalih tersebut berkunjung lagi. Sesampainya di rumah sahabatnya itu, maka ia mengetuk pintu sambil berucap salam kepada saudaranya.
Dan terdengarlah dari balik pintu jawaban salam dan sapaan, ″Siapa?″
Ia pun segera menjawab sapaan itu seraya berkata, ″Saya saudara suamimu datang untuk bersilaturahim.″
Kata wanita itu dari dalam rumah, ″Selamat datang wahai saudaraku.″ kata wanita itu sambil memuji-mujinya dan memuji suaminya pula yang sedang berusaha.
Dipersilahkan tamu itu untuk menunggu suaminya datang di teras rumahnya. Belum lama ia menunggu, tiba-tiba saudaranya datang dan tidak bersama harimau lagi dan dia sendiri yang membawa kayu bakar di punggungnya.
Alangkah gembiranya melihat saudaranya sedang duduk menunggu, langsung saja disambut dengan kehangatan.
″Di mana harimau yang dulu membawa kayu bakar? dan di mana isterimu yang dulu?″
Orang saleh itu pun menjawab, ″Harimau yang biasa membawakan kayu bakar itu adalah anugerah dari Allâh, karena kesabaranku terhadap kejelekkan akhlak isteri ku, maka Allâh menundukkan harimau untukku oleh karena kesabaranku dalam menghadapi isteriku. Dan itu semua telah berlalu, sebab isteriku yang dulu telah wafat. Kemudian aku menikah lagi dengan wanita yang menurutku lebih baik semoga termasuk wanita salehah. Aku merasa tenang, tentram dan sungguh hatiku terasa damai dibuatnya. Sejak itulah harimau itu tak lagi mau menuruti perintahku, oleh karena itu sekarang aku sendiri yang membawa kayu-kayu itu tanpa bantuan harimau. Sekarang itu semua aku kerjakan, namun aku merasa tenang dan tenteram dengan isteriku yang salehah ini!″ (Kitab Imam Nawawî al-Bantanî, Kitab Sarh ′Uqûd al Lujjain fî Bayâni Khuqûqî Az Zawzain.h.5, dan juga disebutkan oleh adz-Dzahabî dalam kitab al-Kabâ′ir, (h.179-180), dan al-Haitamî dalam kitab az-Zawâjir, (juz 1, h. 80)).