Tidak Sah Berihram Kecuali Disertai Niat

Edisi 5 November 2015 Info Tips
img

Sunnah dan Anjuran saat Berihram

Kata ihram berasal dari kata al-haram yang berarti hal-hal yang dilarang, kata ini adalah bentuk mashdar dari fi’il madhi dan mudhari’-nya: ahrama–yuhrimu-ihraman yang berarti terlarang atau tercegah.

Ihram sendiri, secara istilah adalah seseorang berniat memasuki atau menunaikan Haji atau Umrah dan memasuki wilayah yang di dalamnya berlaku keharaman tertentu yaitu keharamankeharaman dalam haji atau umrah dan tidak sah seseorang yang ber-ihram kecuali disertai niat.

Dinamakan "ihram" karena dengan berniat masuk ke dalam pelaksanaan ibadah haji atau umrah, seseorang dilarang berkata dan melakukan hal-hal tertentu, seperti jima’, menikah, berkata kotor, dan lain-sebagainya.

Ihram juga berarti berniat untuk memulai melakukan ibadah haji atau umrah. Sebagaimana pendapat Imam Nawawi RA, "ihram adalah berniat masuk ke dalam pelaksanaan Haji atau Umrah. (Al Asybah wa an Nadha’ir – As Suyuti)

Hal itu bisa terwujud dengan berniat untuk memulai ibadah haji atau umrah dan disempurnakan dengan mengucapkan:

Labbaika allaahumma 'umratan
Aku sambut panggilan-Mu ya Allah untuk ber-umrah
Labbaika allaahumma hajjan
Aku sambut panggilan-Mu ya Allah untuk ber-haji.

Sebelum Melakukan Ihram

1. Disunnahkan mandi terlebih dahulu

Sebagaimana hadits Zaid bin Tsabit : "Bahwasanya Nabi ihram dengan melepas pakaian beliau yang dijahit lalu mandi. (HR. Tirmidzi dan beliau mengatakan hadits ini hasan).

Mandi untuk membersihkan badan dapat dilakukan di tempat miqat. Adapun yang akan ihram, mandi dilakukan di dalam pesawat, maka agar tidak mengalami kesulitan, dianjurkan mandi sebelum naik pesawat. Namun demikian, jika seseorang melakukan ihram tanpa mandi dan wudhu, maka hal itu dibolehkan dan ihramnya sah.

Disunnahkan pula untuk mencukur rambut, menghilangkan bau-bauan, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, kumis, memotong kuku, agar hal-hal tersebut tidak mengganggu ketika berihram.

2. Dianjurkan memakai minyak wangi pada anggota badannya

Menggunakan minyak wangi hanya pada anggota badannya, dan tidak pada pakaian ihram-nya.

Hal ini berdasarkan hadits 'Aisyah RA: "Dari 'Aisyah RA istri Nabi SAW berkata: "Aku pernah memakaikan wewangian kepada Rasulullah SAW untuk ihramnya saat Beliau berihram dan untuk tahallulnya sebelum thawaf mengelilingi Ka'bah di Baitullah". (HR Bukhari dan Muslim)

Juga hadits 'Aisyah RA: "Dari 'Aisyah RA, beliau berkata : Kami pernah keluar bersama Nabi SAW ke Mekkah, dan kami membalut kening kami dengan minyak wangi ketika berihram, apabila salah seorang diantara kami berkeringat maka mengalir ke wajahnya, kemudian Nabi SAW melihatnya dan beliau tidak melarang kami.” (HR. Abu Dawud)

Khusus bagi laki-laki, hendaknya melepas pakaian yang berjahit sebelum melakukan ihram, karena ada larangan memakai pakaian yang berjahit pada saat melakukan ihram.

3. Ihram sesudah Shalat

Disunnahkan untuk melakukan ihram setelah pelaksanaan Shalat, baik Shalat fardlu, maupun Shalat sunnah. Hadits Nabi SAW: Dari Ibnu 'Abbas RA bercerita Umar bin Khatthab RA, saat Nabi SAW datang, beliau bersabda,
"Telah datang kepadaku utusan yang datang dari Tuhanku dan ia berkata kepadaku:”Shalat-lah kamu, wahai Muhammad, di lembah yang diberkahi ini dan ucapkanlah, "Ibadah Umrah masuk dalm ibadah Haji.” (HR Bukhari).

4. Sunnah melakukan ihram ketika di atas kendaran atau ketika mulai melakukan perjalanan.

5. Sunah melafadzkan niat ihram untuk haji/umrah dengan lisan.

Dianjurkan baginya untuk meninggikan suaranya dengan menyebutkan jenis dari ibadah haji yang diniatkan.

Hal demikian telah diperintahkan oleh Rasulullah SAW dalam dua hadits yang shahih: "Shalatlah di lembah yang penuh barakah ini dan katakanlah: "Aku berniat melaksanakan umrah dalam ibadah haji ini." (HR Bukhari).

Juga hadits yang diriwayatkan Anas RA: "Dari Anas RA berkata; Saya mendengar Rasulullah SAW membaca: "Labbaika bi umratin wa hajjin (Ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu untuk Umrah dan Haji)." (HR Bukhari dan Muslim)

Berkata Anas RA : "Saya mendengar mereka mengeraskan suara dengan lafadz itu."

Menurut Asy-Syafi’i ketika berihram hendaknya disertai niat. Jika bertalbiyah tanpa niat, maka ihramnya tidak sah.

Menurut Dawud Ad Dhahiri, tetap sah meskipun hanya bertalbiyah saja.

Menurut Madzhab Hanafi, ihram tidak sah kecuali dengan niat dan talbiyah atau dengan membawa hewan hadyu disertai niat. (Rahmatul Ummah fi Ikhtilafil A’immah, Hukum ihram)

Tata Cara Melakukan Ihram

Orang laki-laki yang ber-ihram disebut muhrim, perempuan yang ber-ihram disebut muhrimah. Sedangkan, wanita yang haram untuk dinikahi disebut mahram.

img

Pakaian Ihram bagi laki-laki adalah Izar adalah sarung atau pakaian bawah) dan Rida’ adalah pakaian atas, keduanya berwarna putih.

Dalam sabda Rasulullah SAW, dikatakan; "Sebaik-baiknya baju kalian adalah yang berwarna putih, maka pakailah pakaian tersebut." (HR. Hakim dari hadits Ibnu 'Abbas RA dan di shahihkan Ibnu Qaththan)

Sedangkan untuk perempuan adalah menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.

Para Ulama sepakat, bagi perempuan diharuskan menutupi kepala dan seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya. Kedudukan wajah dalam ihramnya wanita sama dengan kepala pada laki-laki, wanita dilarang menutup wajahnya, sebagaimana laki-laki dilarang menutup kepalanya ketika ihram, sesuai dengan hadits, Rasulullah SAW bersabda; "Para wanita dilarang memakai penutup wajah dan sarung tangan." (HR. Bukhari).

Dan Rasulullah bersabda; "Ihramnya wanita itu pada wajahnya."

Bagi laki-laki dilarang memakai celana panjang, jubah, kemeja, sarung kaki kulit (khuf), sandal yang menutupi mata kaki. Madzhab Hanafi dan Maliki membolehkan memakai celana panjang apabila tidak ada kain ihram untuk menutupi bagian bawah badannya, serta diperbolehkan memakai khuf dengan syarat dipotong terlebih dahulu bagian bawah belakangnya sehingga nampak kedua mata kakinya.

Dalil diperbolehkannya memakai celana panjang atau sarung kaki kulit dalam keadaan darurat adalah sebagai berikut: "Saya mendengar Rasululah berkhutbah di Arafah, beliau bersabda: "barang siapa yang tidak mendapatkan sandal maka pakailah khuf (sarung kaki kulit), dan yang tidak mendapatkan kain ihram maka pakailah celana panjang.” (HR. Muttafaq Alaih)

Dalam situasi darurat

para Ulama madzhab Syafi’i dan Hanbali tidak mengharuskan membayar fidyah, Para Ulama madzhab Hanbali tidak mengharuskan membayar fidyah, dengan alasan bahwa dalam hadits tersebut sahabat diperintahkan memakai celana panjang atau sarung kaki kulit dan tidak diperintahkan harus membayar fidyah. Sedangkan para Ulama madzhab Hanafi dan Maliki mengharuskan membayar fidyah.

Para Ulama sepakat membolehkan perempuan menutup wajahnya bila dalam keadaan darurat atau untuk menghindari fitnah ketika ada laki-laki asing lewat, dan hal itu tidak harus membayar fidyah. (al- Fiqh al-Islami wa Adillatuh, III/2296).

Dalam hadits disebutkan: Dari 'Aisyah RA beliau menceritakan, ketika ada dua orang laki-laki yang menaiki onta melewati kami yang sedang ihram bersama Rasulullah SAW, ketika mereka berada di hadapan kami salah seorang diantara kami menjulurkan kain jilbabnya ke wajahnya ketika mereka telah lewat kami membukanya)). (HR. Abu Dawud dan Al-Atsam).

Hukum Muhrimah

(wanita yang ber-ihram) memakai masker. Muhrimah (wanita yang ber-ihram) memakai masker hukumnya haram, sebab masker tersebut menempel dan menutupi wajah. Sebagaimana disebutkan dalam Kifayatul Akhyar h.228:
Wanita boleh menutupi seluruh badannya dan kepalanya dengan pakaian yang berjahit. Dan boleh juga menutupi mukanya dengan kain atau sobekan kain, dengan syarat kain tersebut tidak menyentuh mukanya.

Baik menutupinya karena sesuatu hajat, seperti kepanasan, kedinginan, atau takut terjadi fitnah dan lain-lain, atau tidak karena sesuatu hajat apa pun. Andaikata kain penutup itu mengenai mukanya dengan kehendaknya, wanita tersebut wajib fidyah.

Dan apabila tidak karena kehendaknya (bukan disengajakan), jika seketika itu juga disingkapkannya, wanita tersebut tidak wajib fidyah. Dan jika tidak, maka wajib fidyah. Semua ini jika terjadinya bukan karena ada udzur.

Adapun wanita yang punya udzur,dmisalnya dia memerlukan menutup kepalanya atau merangkapi pakaiannya karena panas atau karena dingin atau untuk keperluan pengobatan, maka boleh menutupi mukanya dan wajib fidyah.

Dan disebutkan dalam Kitab I’anah at-Thalibin II/323: Dan haram bagi wanita menutupi sebagian wajah dan tidak haram bagi laki-laki, yaitu menutupi wajah dengan sesuatu penutup (yang menempel).

Ketika dalam keadaan ihram (saat haji atau umrah) diharuskan untuk tidak melanggar larangan-larangan ihram, sebab apabila dilanggar, akan menyebabkan salah satu dari tiga hal berikut:

Pertama, Menyebabkan rusak (batal)nya ibadah haji atau umrah yakni melakukan hubungan suami istri.

Yang kedua, Tidak menyebabkan batalnya ibadah haji atau umrah namun hanya terkena dam (denda), yakni memakai pakaian yang berjahit, menutup kepala, menutup muka, memakai kaos kaki (bagi laki-laki), berhias (memakai wewangian), berburu atau mengganggu binatang, merusak tanaman.

Yang Ketiga, Tidak menyebabkan batalnya ibadah haji atau umrah tetapi menggugurkan pahalanya, yaitu: berbuat rafasy, bertengkar, berkelahi, berbuat fasiq. (TIM JUMRAH)

Artikel Terakhir

Arsip

Penyelenggara Umrah