Melontar Jumrah dan Sunnahnya

Dalam bahasa arab, Jumrah ialah batu-batu kecil. Bentuk Jamaknya: Jamarat.
Secara istilah berarti: Melempar atau melontar dengan batu-batu (yang diambil ketika mabit) kesasaran tempat jumrah (marma) yang berjumlah tiga macam:
- Al Jumrat Al Shughra atau Al Jumrah Al Ula (Jumrah Kecil Pertama).
- Al Jumrat Al Wustha (Jumrah Pertengahan/kedua).
- Al Jumrah Al Aqabah (Jumrah Aqabah).
Jika lontaran mengenai tugunya dan batu melesat melewati bibir “sumur atau mangkuk”, maka lontaran dianggap tidak sah dan wajib diulang.
Jarak antara al Jumrat Aqabah dengan al Jumrat al Wustha sekitar 190 meter, sedangkan antara al Jumrat al Wustha dengan al Jumrat al Ula sekitar 150 meter.
Dahulu Rasulullah melontar Jumrah ke tiang yang merupakan tanda atau symbol tempat munculnya setan yang dilempari batu oleh Nabi Ibrahim AS. Namun sekarang berubah menjadi tembok dan lantainya dibuat susun lima.
Dari Sulaiman bin Amr bin Akhwas dari Ibunya berkata, “Saya melihat Rasulullah ketika Jumrah Aqabah dengan menunggang unta dan dibelakang beliau orang-orang yang juga melontar Jumrah, kemudian Rasulullah bersabda, “Wahai Manusia! Jangan sampai sebagian darimu membunuh sebagian yang lain, dan apabila kamu sekalian melontar jumrah maka gunakanlah batu yang semisal dengan batu hadf (untuk ketepel).” (As Sunan al-Kubra).
Cara Rasulullah SAW Melontar Jumrah
Dari Ibnu Umar RA, bahwa ia melontar Jumrah ‘Ula dengan 7 batu, membaca takbir untuk setiap batunya lalu ke depan menuju tanah yang datar. Ia berdiri sambil menghadap Kiblat kemudian berdoa sambil mengangkat tangannya.
Ia berdiri agak lama lalu melontar Jumrah Wustha, setelah melontar ia menuju ke sebelah kiri Jumrah dan menuju tempat yang datar, lalu berdiri menghadap kiblat, berdoa sambil mengangkat tangan agak lama.
Setelah itu ia menuju Jumrah ‘Aqabah dari dalam lembah dan ia tidak berhenti dulu di tempat tersebut kemudian ia berpaling dan berkata, “Demikianlah aku melihat Rasulullah mengerjakannya.” (HR. Bukhari)

Batu dan Cara Melontar
Batu (kerikil) untuk melontar diambil di Mina. Tapi jika seseorang mengambil batu pada hari Id dari Muzdalifah, maka diperbolehkan. Dan tidak disyari’atkan mencuci batu tetapi langsung mengambilnya dari Mina atau Muzdalifah atau dari tanah haram yang lain.
Ukuran batu adalah kira-kira sebesar kotoran kambing atau lebih besar dari kacang humus/kacang Arab tapi lebih kecil dari kacang bunduk/kenari atau sebesar ruas jari kelingking.
Batu tidak berbentuk runcing seperti pelor. Dianjurkan batunya dalam keadaan suci, tidak terkena najis. Tidak boleh melontar selain batu seperti yang dimaksud tersebut.
Batu yang digunakan mlempar, bukan batu bekas dipakai melontar sebelumnya (menurut madzhab Hanbali dan Maliki), sedangkan menurut madzhab Hanafi dan Syafi'i, boleh melontar dengan batu bekas lontaran.
Cara melontar Jumrah dengan tangan, tidak boleh menggunakan alat pelontar. Dan ada usaha untuk melempar, bukan sekedar meletakkan batu di Jumrah.
Cara melontar adalah sebanyak 7 batu pada hari Id, yaitu Jumrah Aqabah saja. Sedangkan pada hari-hari tasyriq maka sebanyak 21 batu setiap hari, masing- masing 7 lontaran untuk Jumrah Ula 7 lontaran, Jumrah Wustha, dan tujuh lontaran untuk Jumrah 'Aqabah. Yang perlu diingat, satu batu satu lemparan, bila melontar 7 batu sekaligus, maka dihitung 1 lemparan. Dan membaca Takbir setiap kali lemparan.
Waktu Utama Melontar Jumrah
Waktu Fadhilah (utama) yaitu waktu yang mana Rasulullah SAW melempar Jumrah, yaitu (setelah matahari terbit hingga zawal untuk Jumrah Aqabah, dilakukan pada 10 Dzulhijjah dan Ba’da (sesudah) zawal hingga tenggelamnya matahari untuk ketiga jumrah (Ulâ, Wusthâ, Aqabah) dilakukan pada 11,12 dan 13 Dzulhijjah. Tapi bagi orang yang ingin mempercepat pulang dari Mina, maka hanya sampai tanggal 12 Dzulhijjah.
Melontar pertama kali adalah melontar Jumrah 'aqabah pada hari Ied. Tetapi jika seseorang melakukannya pada tengah malam bagian kedua dari malam Ied, maka demikian itu cukup baginya. Sedangkan yang utama adalah melontar Jumrah 'Aqabah antara waktu dhuha sampai terbenam matahari pada hari Ied. Tapi jika terlewatkan dari waktu itu, maka dapat melontar setelah terbenamnya matahari pada hari Ied. Caranya adalah dengan 7 kali melontar dengan membaca takbir setiap kali melontar.
Melontar pada hari-hari Tasyriq adalah dilakukan setelah matahari condong ke barat (setelah dzuhur). Yaitu mulai dengan melontar Jumrah Ula yang dekat dengan masjid Al-Khaif sebanyak 7 kali lontaran disertai takbir setiap melontar. Lalu Jumrah Wustha dengan tujuh kali melontar disertai takbir setiap kali melontar. Kemudian melontar di Jumrah 'Aqabah sebanyak 7 kali lontaran disertai takbir setiap kali melontar.
Waktu Ada’ yaitu waktu yang diizinkan untuk melontar jumrah. Bagi yang lemah diizinkan selama 24 Jam. Waktu Qadla’ yaitu setiap hari selama di Mina (10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah).
Sunnah-sunnah Melontar Jumrah Aqabah
Disunnahkan ketika sampai Mina, langsung melontar Jumrah Aqabah sebagaimana dikatakan oleh Imam An-Nawawi di Kitab Al Majmu', "Bahwa Imam Syafi'i berkata bahwa sebagaian dari sunnah Rasulullah adalah ketika sampai Mina setelah terbit matahari, melontar jumrah setelah bayangan sinar matahari naik setinggi tombak."
Menghentikan bacaan Talbiyah ketika mulai melontar (menurut Hanafi, Syafi'i dan Hanbali). Imam Malik berpendapat bacaan Talbiyyah dihentikan pada saat sebelum wuquf dan waktu zawal (tergelincirnya matahari ke barat) dan mengganti dengan Takbir. Namun sebagian 'Ulama' membolehkan talbiyah hingga akhir lemparan, yakni batu ke 7.
Mengangkat tangan kanan (bagi laki-laki) ketika melontar (sampai kelihatan ketiak-nya) sambil ber-takbir.
Posisi kita saat melontar Jumrah, kota Mekkah ada disebelah kirinya ketika melempar. Disunnahkan setelah melontar Jumrah Ula dan Jumrah Wustha berhenti di samping tempat melontar. Di mana setelah melontar Jumrah Ula.
Disunahkan berdiri di arah kanan tempat melontar dengan menghadap kiblat seraya berdo'a panjang kepada Allah. Setelah melontar Jumrah Wustha disunnahkan berdiri disamping kiri tempat melontar dengan menghadap kiblat seraya berdo'a panjang kepada Allah. Tapi setelah melontar Jumrah 'Aqabah tidak disunnahkan berdiri di sampingnya karena Rasulullah setelah melontar Jumrah Aqabah tidak berdiri disampingnya. (TIM JUMRAH)