Rekam Jejak Kerajaan Islam di Asia Tenggara

Edisi 7 Mei 2016 Jelajah
img

Penyebaran Islam di wilayah Asia Tenggara ditandai dengan berdirinya kesultanan Islam di kawasan ini. Sejarah perkembangan kesultanan Islam di Asia Tenggara tidak lepas dari kepentingan perdagangan dan syiar agama yang dibawa oleh para saudagar dan ulama muslim dari Asia Barat. 

Jejak-jejak Islam di Asia Tenggara diawali pada abad ke-13. Islam menyebar ke berbagai wilayah di Asia Tenggara tidak secara bersamaan tetapi melalui rangkaian sejarah yang panjang. Kala itu Kerajaan-kerajaan dan wilayah ini berada dalam situasi politik dan kondisi sosial budaya yang berbeda-beda. Namun masuknya Islam memberi pengaruh yang sangat besar, bahkan hingga hari ini.

ABAD ke 13 Masehi

Kesultanan Samudera Pasai
Berdirilah Kesultanan Samudera Pasai, kesultanan Islam pertama di Nusantara yang berlangsung pada abad ke 13-15. Terletak di Aceh Utara, sebagai jalur laut dan perdagangan yang strategis di kawasan Nusantara. 

Para pedagang muslim asal Arab, Cina dan India memasuki daerah ini untuk berdagang dan menyebarkan Islam. Kesultanan Samudera Pasai mendapat sumber penghasilan yang besar dari pajak bandara laut dan perdagangan. Namun pada 1521 Masehi, ditaklukkan Portugis. 

Jejak Kesultanan Samudera Pasai dapat diketahui antara lain dengan ditemukannya uang dirham emas dengan tulisan nama salah satu Sultan yang memerintah kala itu.

Kesultanan Sulu
Pada 1380 M, Karim ul-Makdum seorang ulama keturunan Arab, menyebarkan Islam di Kepulauan Sulu. Dilanjutkan Raja Bagindo dari Minangkabau pada 1390, menyebarkan Islam di wilayah ini. Raja Bagindo telah mengislamkan masyarakat Sulu sampai ke Pulau Sibutu.

Sekitar 1450 M, seorang Arab dari Johor, Sharif ul-Hashim Syed Abu Bakr tiba di Sulu menikahi Paramisuli, putri Raja Bagindo. Setelah Raja tiada, Abu Bakr melanjutkan dakwah di wilayah ini. 

Pada 1457, ia mengumumkan berdirinya Kesultanan Sulu dengan gelar Paduka Maulana Mahasari Sharif Sultan Hashim Abu Bakr. Gelar 'Paduka', gelar lokal yang berarti tuan sedangkan Mahasari berarti Yang Dipertuan. Pada 1703, Kesultanan Brunei menghadiahkan Kesultanan Sulu wilayah bagian timur Sabah sebagai balas jasa atas bantuan mereka menumpas pemberontak di Brunei. 

Kala itu, Kesultanan Sulu menghadiahkan Pulau Palawan kepada Sultan Qudarat dari Kesultanan Maguindanao sebagai hadiah perkawinan Sultan Qudarat dengan puteri Sulu dan juga sebagai hadiah persekutuan Maguindanao dengan Sulu. Namun kemudian, Sultan Qudarat menyerahkan Palawan kepada Spanyol.

ABAD ke 14 Masehi

Kesultanan Malaka 
Letak Kesultanan ini berada di Semenanjung Malaka. Islam di Malaka berasal dari Kesultanan Samudera Pasai. Pendiri Kesultanan Malaka adalah Paramesywara, seorang pangeran dari Sriwijaya. Ia menikahi putri Sultan Samudera Pasai dan masuk Islam. Kesultanan ini mencapai kejayaan di era Sultan Muzaffar Syah, 1445-1459.

Portugis menaklukkan Malaka pada 1511 Masehi. Peninggalan Kesultanan Malaka berupa koin mata uang dari akhir abad ke-15 dan benteng A'Farmosa, sebagai bukti ditaklukkannya Malaka oleh pasukan Portugis.

Kesultanan Brunei Darussalam
Kesultanan Brunei Darussalam adalah kesultanan Islam yang ada di Kalimantan bagian utara. Awal masuknya Islam ke Brunei dibawa oleh saudagar asal Cina pada 977 Masehi. Setelah Raja Awang Alak Betatar masuk Islam, ia merubah kerajaan itu menjadi kesultanan (1406-1408). Kata 'Darussalam' disematkan pada kata 'Brunei' di abad ke-15 untuk menegaskan Islam sebagai agama negara. 

Kesultanan ini menjadi pusat penyebaran Islam sekaligus perdagangan di wilayah Melayu kala Malaka jatuh ke tangan Portugis. Kesultanan Brunei Darussalam dikuasai Inggris pada 1888 M, dimasa Sultan Hasyim Jalilu Agera-maddin. Namun Inggris memberi kemerdekaan pada tahun 1983 M.

ABAD ke 15 Masehi

Kesultanan Islam Pattani
Kehadiran Islam di Pattani dimulai dari kedatangan mubalig dari Pasai Syekh Said, yang berhasil menyembuhkan Raja Pattani bernama Phaya Tu Nakpa yang sedang sakit parah. Phaya Tu Nakpa (1486-1530 M) yang beragama Budha kemudian masuk Islam dan bergelar Sultan Ismail Syah. 

Kesultanan Pattani mengalami kemajuan pesat setelah menjalin hubungan dagang dengan Malaka, dan menjadi pusat perdagangan dan bandar laut, terutama bagi pedagang dari Cina dan India. Kejayaan Pattani berakhir setelah dikalahkan Kerajaan Siam dari Bangkok. Peninggalan Pattani berupa nisan kubur yang disebut Batu Aceh sebagai simbol hubungan dekat dengan Samudera Pasai.

Kesultanan Ternate
Kesultanan Islam terbesar Maluku berada di Ternate. Islam di daerah ini disebarkan oleh para ulama dan pedagang dari Pulau Jawa. Islam jadi agama kerajaan di era Sultan Zainal Abidin. 

Kesultanan Ternate menjadi salah satu pusat penyebaran Islam dibagian timur Nusantara, mencapai kejayaannya di era pemerintahan Sultan Babullah. Dalam perdagangan. Masa Kesultanan Ternate berakhir setelah ditaklukkan oleh VOC pada 1660. Peninggalannya, diantaranya Benteng Portugis dan istana di Ternate, Maluku Utara.

ABAD ke 16 Masehi

Kesultanan Aceh Darussalam
Kesultanan Aceh adalah kerajaan Islam yang berada di bagian utara Sumatera. Didirikan pada 1541 M oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Kesultanan Aceh menggantikan peran Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Malaka, terutama dalam perdagangan dan pelayaran yang telah dikuasai oleh Portugis.

Kejayaan Kesultanan Aceh terjadi di era Sultan Iskandar Muda, yang akhirnya jatuh ke tangan Belanda pada 1912 M. Peninggalan sejarah Kesultanan Aceh antara lain Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh dan Cakra Donya, yaitu lonceng hadiah dari kaisar Cina.

Kesultanan Demak (1500 – 1550 Masehi)
Di Jawa, berdiri Kesultanan Demak, kesultanan Islam dipimpin Raden Fatah, bupati Majapahit di Bintoro. Mencapai puncak kejayaan saat dipimpin oleh Sultan Trengono. Kesultanan Demak telah berhasil melebarkan kekuasaannya sampai ke luar Jawa, seperti Kesultanan Banjar, Kerajaan Kotawaringin, dan Kesultanan Kutai di Kalimantan. Namun terjadi kemunduran di era Sunan Prawoto karena beberapa wilayah terjadi pemberontakan.

Peninggalan Kesultanan Demak yang populer adalah Masjid Agung Demak. Ciri khas masjid ini adalah bangunannya ditopang empat tiang atau saka guru yang dibangun empat orang sunan dari sembilan wali (Wali Songo), yaitu Sunan Ampel, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, dan Sunan Kalijaga.

Kesultanan Cirebon
Kerajaan Islam pertama di Jawa Barat, adalah Kesultanan Cirebon yang didirikan pada 1450 M, oleh Pangeran Walangsungsang. Tokoh yang berperan menjadikan Cirebon sebagai Kesultanan Islam adalah Syarif Hidayatullah.

Sepeninggalan Panembahan Girilaya 1650-1662M, Kesultanan Cirebon diwarisi kedua anaknya, terbagi menjadi dua Kesultanan Kasepuhan dan Kesultanan Kanoman. Meski tak memiliki kekuasaan administratif, Kesultanan ini tetap bertahan hingga kini.

Kesultanan Banjar
Kesultanan Islam ini terletak di bagian selatan Kalimantan. Pada awalnya bernama Daha, sebuah kerajaan Hindu yang kemudian menjadi kesultanan Islam. 

Berdiri pada 1595 M dengan raja pertama Sultan Suriansyah. Islam masuk ke wilayah Banjar pada 1470 Masehi, bersamaan dengan melemahnya Majapahit di Jawa. Penyebaran Islam secara meluas dilakukan oleh Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, ulama yang menjadi Mufti Besar Kalimantan. Pada 1857-1859, Kesultanan ini mengalami kemunduran dengan munculnya pergolakan menentang pengangkatan Pangeran Tamjidillah sebagai sultan oleh Belanda. 

Pada 1859-1905, terjadi Perang Banjar yang dipimpin Pangeran Antasari (1809-1862) melawan Belanda, yang akhirnya Belanda menghapuskan Kesultanan Banjar pada 1860. Peninggalan sejarah Kesultanan Banjar dapat dilihat dari bangunan masjid di Desa Kuin, Banjar Barat (Banjarmasin) yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Tamjidillah.

Kesultanan Banten
Ini adalah kesultanan terbesar di Jawa Barat. Kesultanan Banten didirikan Sunan Gunung Jati pada tahun 1524 Masehi. Pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin, Islam telah mengalami perkembangan pesat. Ditandai dengan berdirinya masjid dan pesantren. 

Kesultanan Banten mencapai masa keemasannya di masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 1651-1683. Namun, mengalami kemunduran setelah terjadi perang melawan Belanda. Peninggalannya berupa Masjid Agung Banten, Menara Banten, Benteng Speelwijk, dan bekas Keraton Surosowan.

Kesultanan Buton 
Kesultanan Buton adalah kerajaan Islam yang berada di Pulau Buton, Sulawesi tenggara. Kerajaan Buton menjadi kesultanan setelah Halu Oleo, raja ke-6, memeluk Islam. Penyebaran Islam secara meluas oleh syekh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Patani, seorang ulama dari Kesultanan Johor. Peninggalan sejarah Kesultanan Buton berupa Benteng Kraton dan Batupoaro, yaitu batu tempat mengasingkan diri bagi Syekh Abdul Wahid di akhir keberadaannya di Buton.

Kesultanan Goa
Kesultanan Goa terletak di sebelah selatan Pulau Sulawesi. Kerajaan Goa berubah menjadi kesultanan pada akhir abad ke-16, di masa pemerintahan Sultan Alauddin (1593-1639). Di era Sultan Hasanuddin terjadi perang Makassar melawan Belanda, yakni di tahun 1666-1669 M.

Kesultanan Goa dikuasai Belanda setelah dipaksa menyerah dan menandatangani Perjanjian Bongaya. Peninggalan Kesultanan Goa berupa kompleks makam Sultan Goa dan bekas rumah Sultan Goa terakhir di Makassar.

Kesultanan Johor
Kesultanan Johor berdiri setelah Kesultanan Malaka takluk oleh Portugis. Sultan Alauddin Riayat Syah membangun Kesultanan Johor pada sekitar tahun 1530-1536 Masehi. 

Kejayaan kesultanan ini terjadi pada masa Sultan Abdul Jalil Riayat Syah II. Kesultanan Johor memperkuat dirinya dengan mengadakan aliansi bersama Kesultanan Riau sehingga disebut Kesultanan Johor-Riau, yang berakhir setelah Raja Haji wafat dan wilayah menjadi kekuasaan Belanda.

Kesultanan Kutai
Kesultanan Kutai berada disekitar Sungai Mahakam, Kalimantan bagian timur. Pada awalnya, Kutai adalah kerajaan yang dipengaruhi ajaran Hindu dan Budha. Islam berkembang di wilayah Kutai di era Aji Raja Mahkota pada 1525-1600 Masehi.

Penyebaran Islam dilakukan oleh seorang mubalig bernama Said Muhammad bin Abdullah bin Abu Bakar al-Warsak. Kesultanan ini mencapai kejayaannya pada masa Aji Sultan Muhammad Salehuddin (1780-1850). Namun, mengalami kemunduran setelah ia meninggal dunia. Peninggalannya berupa makam para sultan yang terletak di Kutai Lama, dekat Anggana.

Kesultanan Pajang
Kesultanan Islam pertama dipedalaman Jawa adalah Kesultanan Pajang, yang didirikan oleh Joko Tingkir pada 1546, setelah Sultan Trenggono (Demak) wafat. Joko Tingkir atau Sultan Adiwijaya membawa Islam dari wilayah pesisir menuju pedalaman Jawa. 

Kesultanan ini berlangsung selama 45 tahun, namun ditaklukkan oleh Mataram pada 1618. Peninggalan Kesultanan Pajang berupa makam Pangeran Benowo.

Kesultanan Mataram
Kesultanan Mataram berdiri sejak 1582 Masehi, berawal dari wilayah Kesultanan Pajang, hadiah dari Sultan Adiwijaya kepada Kiai Ageng Pamanahan. Sultan I Mataram adalah Panembahan Senopati (1582-1601).

Puncak kekuasaan Kesultanan Mataram terjadi di era Sultan Agung (1613-1645). Selanjutnya melemah sejak terjadi perpecahan wilayah akibat Perjanjian Giyanti serta campur tangan Belanda. Pada akhirnya Kesultanan ini terbagi menjadi empat wilayah yaitu Kesultanan Yogyakarta, Pakualaman, Kasunanan Surakarta, dan Mangkunegara. Peninggalannya antara lain pintu gerbang Masjid Kotagede di Yogyakarta.

Kesultanan Palembang
Pada awalnya, Kesultanan Palembang termasuk dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Demak. Sultan pertama sekaligus pendiri Kesultanan ini adalah Ki Gendeng Suro (1539-1572).Pengetahuan dan keilmuan Islam berkembang pesat dengan hadirnya ulama Arab yang menetap di Palembang.

Kesultanan Palembang menjadi bandar transit dan ekspor lada karena letaknya yang strategis. Belanda kemudian menghapuskan Kesultanan Palembang setelah berhasil mengalahkan Sultan Mahmud Badaruddin. Salah satu peninggalan Palembang adalah Masjid Agung Palembang yang didirikan pada era kepemimpinan Sultan Abdur Rahman.

ABAD ke 17 Masehi

Kesultanan Bima
Kesultanan Bima adalah kerajaan Islam yang berada di Sumbawa bagian timur. Pada 1620 Kerajaan Bima berganti menjadi kesultanan Islam setelah rajanya, La Ka'i, memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Abdul Kahir. 

Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Khair Sirajuddin (1640-1682), Kesultanan Bima menjadi pusat penyebaran Islam kedua di timur Nusantara setelah Makassar. Kesultanan ini berakhir pada 1951, ketika Muhammad Salahuddin, sultan terakhir, wafat. Peninggalan Kesultanan Bima antara lain berupa kompleks istana yang dilengkapi dengan pintu lare-lare atau pintu gerbang kesultanan.

ABAD ke 18 Masehi

Kesultanan Siak Sri Indrapura
Siak Sri Indrapura, kesultanan Melayu, didirikan pada 1723 oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, dan penyebaran Islam di Sumatera Timur. Berpusat di Desa Buantan, kemudian pindah ke Siak Sir Indrapura, berada di sekitar 90 km ke timur laut Pekanbaru. 

Wilayah kekuasaannya meliputi Siak Asli, Bukit Batu, Merbau, Tebing Tinggi, Bangko, Tanah Putih dan Pulau Bengkalis (Kabupaten Bengkalis); Tapung Kiri dan Tapung Kanan (Kampar); Pekanbaru; dan sekitarnya. Istana bekas tempat tinggal dan pusat Kesultanan Siak Sri Indrapura sampai sekarang masih berdiri dengan megah di pinggir Sungai Siak dan merupakan salah satu objek pariwisata di daerah Riau. Ruangan, selimut, tas, maupun pelana kuda.

Ketika kekhalifahan Islam meluaskan pengaruh hingga ke Persia, permadani pun turut memasuki 'wilayah' baru. Karpet-karpet tebal, dengan bulu halus dan corak menarik menjadi penghias utama Seniman masa itu memakai bulu domba, atau unta sebagai bahan utama permadani. Seiring waktu, kapas dan sutra menggantikannya hingga menghasilkan karya yang lebih kreatif dan indah. 

Islam dikukuhkan di pusat-pusat kekuasaan di Nusantara melalui jalur perdagangan, perkawinan dengan elit birokrasi dan ekonomi, serta pengajaran kepada masyarakat. Pengaruh Islam telah jauh meluas ke berbagai wilayah di Asia Tenggara, dan menyatu dengan budaya masyarakat setempat secara damai.

*Dirangkum kembali dari berbagai sumber oleh Erwin E ananto.

Artikel Terakhir

Arsip

Penyelenggara Umrah